Tasawuf, Fiqih dan Ilmu Kalam : Beda Pandangan Sama Tujuan



Tuhan menjadi tujuan titik nol dari segala aktifitas dan lika-liku kehidupan manusia dalam menghadapi gelombang dan perkembangan ilmu pengetahuan terutama bagi  yang mengakui keberadaan Tuhan sebagai pencipta manusia. Bahkan tak jarang perdebatan manusia selaku makhluk berilmu terhenti jika sampai pada saat persoalan yang tak terjawab oleh akal manusia maka mereka kembali kepada kekuasaan Tuhan. Itu bukti bahwa Tuhan menjadi titik nol dari fungsi akal manusia. Bagi mereka yang tak percaya kepada kekuasaan Tuhan bahwa kekuatan akal adalah segalanya. Islam adalah agama yang suci dari segala noda-noda perlakuan manusia terhadap penciptaan syariah dalam beribadah. Semua memakai tuntunan dan acuan yang telah termaktub dalam Al- Qur`an dan Sunah. Namun ada tudingan kepada Agama Islam bahwa ajaran Islam  itu penuh dengan perbedaaan satu dan lainnya. Perlu penulis sampaikan perbedaan dalam Islam itu adalah menandai suatu keindahan, karena perbedaan dalam Islam selalu berbicara tentang subtansi dan objeknya atau furu’iyah bukan pokok, maksudnya manusia yang beriman kepada Allah, tidak akan pernah berbeda dalam memahami ketakwaan kepada Allah namun perbedaan itu terdapat dalam mendekatkan diri kepada Allah atau berbeda cara untuk mengenal sang Kholiknya. Bukankah  pelangi itu indah karena adanya perbedaan warna, akankah manusia mengakui perbedaan manusia diciptakan itu merupakan sesuatu keindahan. Tidak terbayangkan kalau manusia tercipta dengan semua keseragaman, akal pikiran sama, ketertarikan yang sama,  kemauan  yang sama. Tentu tidak terjadi keindahan dalam kehidupan. Maka perbedaan dalam Islam memang sudah diawali oleh sang Kholik untuk kita pahami sebagai anugerah dan rahmat Allah. Bukan sebagai perpecahan dan saling berpegang pada pemahaman bahwa dia yang paling benar dan harus dituruti. 

Dalam memahami perebedaan, diperlukan manusia yang dewasa dalam menyikapi perbedaaan tersebut. Banyak orang pintar, orang berilmu bahkan orang yang sudah berpengalaman  dan dewasa dari segi usia, namun banyak  juga manusia dewasa usianya akan tetapi tidak dewasa dalam menyikapi suatu perbedaan. Maka  tidak salah, ada ungkapan pepatah mengatakan“ menjadi tua itu pasti, namun menjadi dewasa adalah pilihan”. Menurut penulis orang yang dewasa itu adalah manusia yang bisa memahami segala perbedaan dan menjadi solusi dalam perbedaaan tersebut. 

Begitu juga  dalam memahami Kajian keilmuan agama Islam ada berbagai cara manusia untuk mendekatkan diri kepada sang Kholik misalnya pendekatan  Tasawuf, Fiqih dan ilmu Kalam. Pertama, kita berbicara tentang tasawuf  yang pelakunya disebut sufi. Sufi mempunyai cara dan ciri khas tersendiri dalam mendekatkan diri kepada Allah. Maka kadang kala muncul perbedaan pandangan manusia dan tak jarang tuduhan miring kepada pelaku tasawuf adalah penyimpangan dalam beragama  atau mengada-ngada dalam beribadah hanya untuk mendapatkan keridhoan Allah, bahkan  tudingan itu sudah pada tahap yang memprihatinkan yaitu saling mengkafirkan sesama  muslim. Namun perlu kita pahami bahwa ada beberapa perbedaan pandangan dalam kepatuhan kepada Tuhan, seperti pandangan kaum sufi dan ahli fiqih serta pandangan ahli ilmu kalam dalam memahami pendekatan diri kepada Tuhan. 

Para sufi memiliki cara tersendiri mendekatkan diri kepada sang Kholik yiatu melalui renungan, menyepi dan menyendiri agar dapat fokus mendekatkan diri kepada Allah, dalam hal ini ahli sufi menyadari bahwa untuk mendekatkan diri kepada Allah harus mengenal Allah dan jalan mengenal Allah itu adalah harus mengenal diri sendiri, renungan tersebut menunjukkan kelemahan manusia berhadapan dengan Allah, dan mengakui keagungan Allah. Dengan bahasa lain bahwa Allah tidak perlu manusia, manusia lah yang butuh Allah. Atas dasar kebutuhan manusia kepada Allah maka manusia harus kenal Allah. Mencari Allah memakai hati atau merenung. Metode ini sudah lama dilakukan pada masa Rasullullah. Namun tidak dikenal dengan sebutan tasawuf. Misalnya, menghindarnya Nabi Muhammmad Saw dari kehidupan jahiliyah pada masa itu, dengan beri’tikaf di dalam gua hiro`. Dengan niat mencari ketenangan. Tetapi belakangan ini ada pendapat bahwa istilah tasawsuf meniru dari ajaran agama lain seperti agama buddha, yang sering disebut dengan bertapa untuk mencapai nirwana. Terlebih lagi para pemuka agama  melakukan metode meninggalkan kepentingan dunia untuk mendapatkan ketenangan batin. Namun perlu kita pahami bahwa semua agama tentu punya landasan sendiri untuk mengatakan hal itu adalah produk mereka, tetapi Islam jauh sebelumnya telah   melaksanakan metode ini. Intinya, pelaku  Tasawuf mengambil keputusan melalui pengetahuan kepada pengalaman batin dan renungan suci. 

 Selanjutnya dalam kajian  Fiqih, jalan mendekatkan diri kepada Allah yaitu seseorang melaksanakan segala perintah Allah sesuai dengan al-Qur’an dan sunah dan tidak boleh melakukan ritual ibadah kalau tidak ada panduannya. Walaupun dengan alasan untuk lebih meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Misalnya menambah rakaat sholat, menambah syahadat atau khususnya menyalahi rukun islam.

Para ahli fiqih disebut fuqoha, dalam pelaksanaan pendekatan diri kepada Allah berbeda dengan cara yang dilakukan orang sufi yaitu tidak akan melaksanakan sesuatu ibadah kepada Allah kalau tidak ada panduan dalam Al Quran dan Hadist serta jelas hukumnya karena sudah termaktub secara universal dalam kitab Allah. Sehingga ulama fiqih berbeda memahami ibadah kepada Allah dengan ulama tasawuf namun keduanya mempunyai tujuan yang sama, yakni menyembah Allah. Misalnya dalam tawasuf dikenal dengan istilah maqomat dalam mencapai ma’rifah kepada Allah, ada beberapa tingkatan untuk mencapai maqomat sempurna sehingga terbuka hijab dengan sang kholik, yaitu dengan cara mewajibkan yang sunah dalam ilmu fiqih, misalnya puasa senin-kamis adalah hal sunah dalam fiqih dan menjadi wajib dalam artian sufi agar lebih bisa dekat kepada Allah sehingga kalau tidak melaksanakan puasa sunah tersebut para sufi merasa berdosa kepada Allah. Demikian juga dengan sunah lainnya dalam artian ilmu fiqih, misalnya sholat sunah rawatib, sholat sunah tahajud, dhuha, dll. Kesemuanya adalah ibadah sunah namun seolah-olah wajib bagi para sufi, agar terjaga kedekatannya kepada Allah. Sedangkan artian sunah sebenarnya yaitu ibadah sunah tidak pernah berdosa apabila meninggalkannya dan berpahala apabila mengerjakannya. Pada  dasarnya, Ahli Fiqih mereka berpegang teguh pada keyakinan ulama salafi, yang segala sesuatu di kembalikan kepada yang termaktub di dalam Al-Qur`an dan hadist serta ijtihad imam fiqih, imam Syafi`I, imam Hambali, imam Maliki, dan imam Ahmad.

Selanjutnya, dalam kajian ilmu Kalam, secara harfiah kalam berarti pembicaraan. Akan tetapi kalam yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah, pembicaraan nalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama ilmu kalam adalah rasionalitas atau logika. Para ahli ilmu kalam ini disebut dengan mutakalimin. Beribadah kepada Allah menurut ilmu kalam adalah ketaatan mutlak kepada sang Kholik, namun alasan untuk beribadah kepada Allah menurut ilmu kalam tentunya mempunyai dasar yang kuat bisa diterima melalui akal logika manusia. Mengapa kita harus beribadah? Jawaban itu tidak bisa memakai makna hakiki ilmu Fiqih dan Ilmu Tasawuf, namun harus memakai tolak ukur ilmu kalam. Artinya, pelaku ilmu kalam percaya kepada rukun iman namun pembuktiannya iman itu tidak boleh lepas dari pembenaran melalui akal sehat manusia. Karna menurut Mutakalimin mustahil akal dan wahyu Allah itu berlawanan, sebab akal adalah ciptaan Allah dan wahyu juga ciptaan Allah, maka bisa dibaca secara jelas bahwa kegunaan akal adalah untuk mengkaji kebenaran wahyu Allah. Kasarnya, kalaulah wahyu Allah tidak sampai kepada manusia ,kita bisa meyakini bahwa akal manusia tetap bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Agar ibadah seseorang terarah dan sesuai dengan tuntunan agama oleh sebab itu akal memainkan fungsinya, menerima ketentuan ibadah adalah kebutuhan manusia secara alami, dalam pemahaman bahwa manusia diciptakan oleh Allah maka manusia harus menyembah kepada-Nya. Pada dasarnya para mutakalimin adalah orang-orang yang menggunakan nash-nash agama melalui akal pikiran di samping wahyu dan hadist rasul untuk memperkuat ibadah  dan  aqidahnya kepada sang kholik.

Dari tiga perbedaan disiplin ilmu tadi dapat kita simpulkan bahwa ilmu Tasawuf, dalam beribadah  mereka mengambil keputusan melalui pengetahuan kepada pengalaman batin dan renungan suci dengan tidak mengesampingkan ketentuan hukum Fiqih.  Ilmu  Fiqih adalah ketaatan  beribadah yang berpegang teguh pada keyakinan ulama salafi, dimana segala sesuatu di kembalikan kepada yang termaktub dalam Al-Qur`an dan Hadist serta ijtihad Imam Fiqih, Imam Syafi`, imam Hambali, imam Maliki, dan imam Ahmad. Dan  Golongan ilmu Kalam disebut mutakalimmin. Orang-orang yang menggunakan nash-nash agama melalui akal pikiran di samping wahyu dan Hadist Rasul untuk memperkuat ibadah dan aqidah. Jalan mungkin berbeda namun tujuan tetap sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh ridho Allah. Tidak ada saling menyalahkan dari sudut pandang yang berbeda memahami nash-nash Allah. Inilah yang disebut dengan kedewasaan dalam menyikapi perbedaan untuk lebih dekat kepada Allah. Sehingga perbedaan itu menjadi rahmat dan anugerah pembuka pintu ilmu. Bukan sebagai azab yang mengkerdilkan akal  kita dalam memahami perbedaan dan perselisihan pendapat untuk menghampiri keindahan Allah. Insya Allah.. (Oleh : Alhadar Kurdi, M.Pd.I, Guru Mata Pelajaran Aqidah Akhlak)
Tasawuf, Fiqih dan Ilmu Kalam : Beda Pandangan Sama Tujuan Tasawuf, Fiqih dan Ilmu Kalam : Beda Pandangan Sama Tujuan Reviewed by MA. Ummatan Wasathan PTR on November 24, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar: